Pengantar
Kata
Mulai 1 Januari 1927 sampai dengan
Desember 1932 saya menjadi anggota Dewan Marga Buay Pemuka Peliung.Berdasarkan
circulair Residen Palembang Tahun 1932 bahwa anggota Polisi dan Guru-guru tidak
di benarkan lagi menjadi anggota Dewan sedang waktu saya menjadi Guru Kepala
Sekolah Desa di Pulau Negara yaitu tanah tumpah darah saya sendiri dari itu
saya tidak lagi dipilih untuk periode berikutnya.
Menurut penyelidikan Ketua Dewan
Marga Buay Pemuka Peliung (waktu itu Pangeran Haji Abdul Hamid ) bahwa moyang
Marga Buay Pemuka Peliung bersal dari daerah Skala Berak(Krui)yaitu keturunan
dari Umpu jadi yang dikenal di Marga Buay Pemuka Peliung Si Jadi Helau.
Dengan keputusan Dewan Marga Buay
Pemuka Peliung awal Tahun 1932 saya diutus pergi ke Daerah Skala Berak untuk menyelidiki dari dekat asal
usul keturunan Marga Buay Pemuka Peliung. Teman saya dalam perjalanan ialah
saudara Rejab gelar Alamlah yang waktu itu Kepala Sekolah Desa Bantan Marga
Buay Pemuka Peliung (dalam perjalanan
itu ditetapkan Marga sebagai Sekertaris).
Tempat-tempat yang harus kami
kunjungi yaitu:
1.Pasirah
Marga Kenali.
2.Pasirah
Marga Batu Berak
3.Pasirah
Marga Sukau
4.Pasirah
Banding Agung
5.Pasirah
Marga Aji (Muara Dua)
6.Pasirah
Marga Belambangan Umpu (Kota
bumi)
Berangkat dari Pulau Negara mula-mula
kami menuju Kenali sebab itu yang paling jauh (hanya beberapa kilometer dari
Gunung Pesagi). Baru berapa kilometer dari Gunung Raya (Kebun Teh) turun hujan
yang sangat lebat,sehingga sampai di Pasar Sukanegeri Liwa kami tidak dapat
keluar dari mobil.Kebetulan mobil yang kami tumpangi mau terus ke Krui.Besoknya
kami kembali ke Suka negeri Liwa di anatrkan mobil sampai tepian Sungai
Semangka .Dari sini kami berjalan kaki kira-kira 5 kilometer menuju Kenali
(waktu itu Sungai Semangka belum ada jembatan yang menghubungkan Suka negeri
Liwa dengan Kenali).
Dari Sungai Semangka sampai Dusun
Kenali jalan terasa selalu menanjak ,badan berangsur terasa dingin ujung jari
tangan sudah mengerut seperti kita lama berendam di air atau lama kena
hujan.Rumah kenali besar-besar.sebagian besar sudah genteng bercampur
ijuk,istimewa rumah kediaman Pangeran Kenali semua ramuannya besar-besar
tiangnya berdiri di atas batu yang disususn besarnya lebih dari sepemeluk orang
dewasa seluruh atapnya dari ijuk di sana-sini sudah di tumbuhi lumut yang tidak
memungkinkan di tembus air hujan juga sudah banyak di tumbuhi pakis yang
menambah seramnya rumah itu.
Setelah kami masuk di rumah itu
betul-betul kami merasa heran,memperhatikan besarnya putting-puting alang-alang
panjang dan alang-alang pendeknya yang tidak mungkin di tarik oleh
kerbau.Sebagai perhiasan ruamah itu di sana-sini banyak kelihatan ukiran-ukiran
yang sudah sangat tua di pelihara dengan baik sama tengah dinding rumah itu
disebelah luar dipasang sekeping papan yang berukir.
Tangga rumah itu bertingkat dua,di
tengah-tengah ada peralatan itupun menjadi perhatian kami.Segala keganjilan
rumah itu saya tanyakan kepada Pangeran Kenali.Menurut beliau ketika
mengumpulkan ramuan rumah itu dilakukan oleh Bujang Gadis dari Antero Marga
dengan membawa perbekalan sendiri sampai dua tiga bulan.
Beratus-ratus bujang menarik
kayu-kayu itu dari hutan serta gadis-gadis menyediakan makanan untuk orang
banyak itu.Apabila persiapan makanan sudah habis diganti oleh rombongan
lain,sehingga ramuan ruamah itu telah cukup baru berhenti.Tangga yang
bertingkat seperti tangga rumah itu bernama “Tangga Usup-usup” khusus bagi
Rumah Raja-Raja waktu itu papan berukir yang di pasang di tengah-tengah dinding
rumah itu bernama “Bebat Ati” juga untuk rumah-rumah Raja.
Menurut kabar bahwa di rumah itu ada
sebuah gong (Tawak-Tawak)emas peninggalan Moyang,itupun saya tanyakan kepada
beliau. Menurut sejarah yang disimpan oleh Pangeran Kenali kisah gong itu
demikian : Pada suatu hari Moyang Marga Kenali (Umpu Belunguh ) pergi memancing
di tepi sungai sekitar Dusun Kenali.Sedang asyiknya beliau memancing itu
tiba-tiba beliau mendengar bunyi gamelan yang sangat hebat serta sorak sorai di
dalam tanah dibawah tempat beliau duduk memancing itu.Pancing itu dilepaskan
beliau,terus beliau terjun ke dalam air hendak menyaksikan bunyi gamelan
tadi.Demi beliau meneyelam dilihatnya dibawah tempat beliau duduk memancing itu
ada gua yang sangat luas disitulah datangnya bunyi-bunyian tadi,serta di
lihatnya laki-laki perempuan telanjang bulat sedang bersuka ria memakai gamelan
dengan menari-nari.Baru saja mereka melihat Moyang tadi,mereka pontang panting
lari dan semua gamelan itu tinggal.Oleh Moyang diambilnya sebuah gong dibawanya
keluar dari gua tadi,diletakkan diatas tebing tempatnya duduk memancing
itu.Setelah ia kembali lagi ditempat gamelan banyak itu diambilnya sebuah lagi
gong yaitu pasangan gong yang mula-mula tadi.Sesampainya diatas dilihatnya gong
yang pertama tadi tidak ada lagi,diserobot oleh mahluk ajaib tadi.Oleh sebab
itu Moyang itu tidak menyelam lagi kuatir apabila beliau meninggalkan tempat
itu gong itupun kena serobot pula.Gong inilah yang sampai dibawa beliau pulang
dan itulah yang ada dirumah Pangeran Kenali waktu kami datang Tahun 1932 itu.
Pada masa dahulu sekitar dua tiga
piluh tahun dari kejadian diatas ini,gong byang kena serobot itu telah dua kali
masuk mimpi penduduk Dusun Kenali.Pertama,gong itu harus diambil diatas cabang
kayu di pinggir sungai sekitar tempat Moyang mendapatkannya dulu,sesampai orang
tadi melihat seekor kura-kura yang sangat besar pada tempat yang dilihatnya
dalam mimpinya itu.Berhubung orang itu takut hendak menangkap kura-kura itu
takut digigitnya lalu diambilkannya kayu untuk menarik ke bawah kura-kura itu
.Baru saja kayu tadi mengenai badan kura-kura itu ,kura-kura itu jatuh ke dalam
air sambil berbunyi seperti bunyi gong.kedua kali dan terakhir.masuk pula dalam
dalam mimpi penduduk bahwa pajar-pajar gong itu harus diambil dipinggir sungai
.Setelah orang yang bermimpi itu bangun,segera ia pergi ke tempat yang di
tunjukan dalam mimpi itu.sampai di situ dilihatnya ular sawah yang sangat besar
sedang melingkar.Orang tadi buru-buru kembali mengajak kawan.Setelah kembali
lagi ketempat ular tadi dilihatnya ular itu telah hilang meninggalkan bekas
ditanah tempatnya lingkaran tepi tawak-tawak itu ,semenjak itu tawak-tawak emas
itu tidak pernah lagi dimimpikan orang.
Kami dianjurkan oleh Pangeran Kenali
supaya bermalam dulu barang 2 atau 3 malam di rumah beliau untuk melihat-lihat
barang pusaka dari moyang beliau yang disimpan di bawah rumah dan diatas pagu
(loteng) rumah itu.serta beliau hendak menunjukan bekas Moyang duduk-duduk
diatas batu dengan membawa seekor ayam pada sebuah bukit yang tidak berapa jauh
dari dusun kenali,bekas pantat Moyang itu sampai sekarang masih kelihatan lekok
dan bekas jari-jari ayam beliau masih kelihatan pula.Kemudian akan menunjukan
tempat moyang dulu melakukan hukuman bunuh kepada yang bersalah tempatnya agak
ke tenggara dari dusun Kenali.
Berhubung kami berdua (saya dan Guru
Rejab merasa sangat dingin,kami perhatikan gumpalan awan yang memutih
dilereng-lereng bukit sekitar dusun Kenali sama tingginya dengan dusun
tersebut,apa lagi tempat yang harus kami datangi masih banyak dari itu kapada
Pangeran kenali kami pamitan untuk menuju Batuberak.
Sampai di Batuberak kira-kira jam 4
petang,hari itu juga kedatangan kami disambut oleh Bapak Pangeran Haji
Habiburrahman yang lebih dari 80 Tahun kelihatan masih gagah,beliau adalah
nenek dari Pasirah Marga Batuberak yang bernama Suhaimi gelar Sutan Lela Muda
(terakhir pensiunan Bupati Tanjung Karang)1969.
Setela saya uraikan maksud kedatangan
kami serta menunjukan surat keterangan yang kami bawa dari Pulau Negara beliau
sangat gembira.Kepada seisi rumah beliau menyatakan bahwa kami berdua
seolah-olah saudara Muda yang berpisah dengan saudara tua,tiba-tiba dating
dengan diduga-duga serta diumumkan pada penduduk dusun Batuberak.Semenjak waktu
kedatangan kami mau berangkat tidak putus-putusnya orang dating seolah-olah
mengelu-elukan kami.
Ketika hendak makan malam Pembarab,Ketib,Penghulu,Penggawa dusun
itu serta orang tua-tua diajak makan bersama kami,sehingga merupakan satu
keluarga besar,begitu juga pada waktu makan siang besok harinya .Sebelum makan
siang kami berdua dibawa berziarah ke
makam Moyang Umpu Jadi yang letaknya di sebelah darat dusun Batuberak setelah
selesai berziarah baulah bapak Pangeran Haji Habiburrahman mengeluarkan buku sejarah
yang kami maksud mula-mula dikeluarkan beliau sejarah asli yang di tulis pada
kulit kayu yang sudah hitam tidak dapat dibaca
lagi, kemudian beliau mengeluarkan salinan dari Sejarah asli itu, itulah
yang kami salin, lengkapnya seperti dibawah ini :
SEJARAH
MOYANG UMPU JADI (SI JADI HELAU),-
Pada zaman purba kala ada seorang
putrid seorang putrid di Pagarruyung ( Sumatra Barat) bernama tuanku Gadis diam
pada satu mahligai lengkap dengan inang pengasuhnya serta binatang ternaknya
seperti, ayam, itik, anjing, kucing kuda, kerbau sapi dll. Yang kesemuanya itu
betina. Dihalaman mahligai tuan putrid itu ada sebatang kelapa yang sangat
tinggi tidak ada lagi manusia yang sanggup memanjatnya. Pada suatu tengah har
Tuanku Gadis sangat ingin mau air kelapa muda. Dengan tidak diduga-duga waktu
itu datang seekor tupai memanjat batang kelapa yang tinggi dihadapan mahligai
Tuanku Putri itu, menjatuhkan seberapa butir kelapa muda. Tuanku Gadis menyuruh
mengumpulkan kelapa-kelapa tadi. Beliau sendiri meminum airnya dan dagingnya
yang muda itu. Baik inang pengasuhnya maupun semua binatang ternaknya berebutan
makan kelapa-kelapa tadi, ada yang kebagian dagingnya, tempurung kulitnya,
sehingga kelapa itu habis.
Tuhan berbuat sekehendaknya atas
hambanya, semenjak itu baik inang pengasuh Tuan Putri itu maupun binatang
ternaknya semua bunting dan Tuanku Gadis sendiri bunting juga yang kemudian
melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Endang Tuanku (dinamai juga
Tuanku Sulung.
Tuanku Sulung berputra dua orang yang
masing-masing bernama tuanku, yaitu Tuanku Sulung dan Tuanku Muda. Setelah
keturunan beliau berdua itu menjadi 12 orang orang laki-laki, ialah mereka
mengadakan musyawarah untuk menentukan daerah kuasa masing-masing. Yang paling
tua diantara mereka menetap di-Pagarruyung dan yang 11 orang harus mencari
daerah kuasa masing-msing. Ditempat lain. Mereka berangkat dari Pagarruyung,
tidak serempak, masing-masing ada perhitungan sendiri-sendiri (hari nahas atau
hari baik) sebab itu ada yang berangkat pajar Senin, petang Kamis atau
lain-lain masuk rimba belantara mengadu untung. Diantara beliau-beliau itu 4
orang yang masuk daerah Sekala Berak, yaitu :
- Umpuh Belungguh.
- Umpu Benyata.
- Umpu Berjalan Diva.
- Umpu Pernong.
Umpu Pernong menetap di-Batu berak
menjadi Moyang disana. Keturunan Beliau ialah Umpu Jadi di-Marga Buay Pemuka
Peliung dikenal nama Beliau Si Jadi Helau (kabarnya badan beliau memang luar
biasa bagus).
Tiap-tiap hari keempat Umpu itu
memeriksa keadaan hutan rimba daerah itu kalau-kalau ada yang ganjil atau yang
akan mengganggu kedudukan mereka.
Pada suatu dari jauh beliau-beliau
itu mendengar suara orang banyak, bernyanyi beramai-ramai dengan sangat
riuhnya. Segera ke-empatnya menyerbu tempat itu. Setelah orang hutan itu
melihat kedatangan ke-empat Umpu itu mereka lari pontang panting ketakutan.
Rupanya mereka bersuka ria menari-nari dan bernyanyi-nyanyi disitu sambil
mengelilingi sepohon kayu jurak (balik) akarnya diatas dua dahannya terhujam
ditanah (pohon itu bernama Sibukau) di-daerah Komering pohon itu disebut
kelutum.
Salah seorang Umpu tadi memukul
sebelah dari dahan yang terhujam itu keluar getah terkena ke-badannya terus
jadi busuk tetapi setelah getah cabang yang lain dipukul dan getahnya kena
busuk tadi segera sembuh (wad bias wad tawarna, kom). Kayu itu dipotong oleh
ke-empat Moyang Itu, dijadikan pusaka dan zimat. Batangnya dibuat “papadun”
sekarang masih ada disimpan dirumah Keria Ruos Marga Batuberak, sedang
kayu-kayunya yang lain di-jadikan tangkal racun (banyak dipunyai oleh penduduk
disana).
Waktu kami masih di-Batuberak Keria
Luos ini bernama Raja Bintang Marga dating juga kepada kami membawa barang
pusaka dari Moyang Umpu Jadi, berupa rebung jadi batu satu kopiah besi dan
sebilah pedang. Kopiah besi pernah saya kenakan dikepala saya. Moyang Umpu Jadi
meninggalkan satu pusaka abadi untuk anak cucunya sepanjang masa serumpun buluh
buntu, letaknya tiada berapa jauh dari Batuberak, hanya untuk mendapatkan yang
aslinya agak sulit, harus diambil malam hari yaitu malam Jum’at 14 hari bulan.
Salah seorang anak cucu Umpu Jadi ini bernama Pangeran Tanumbang meninggalkan
Batu Berak mencari daerah kuasa ditempat lain, beliau kemudian menetap
di-Belambangan Umpu / Kota Bumi Lampung, beliau berputra 3 orang yaitu :
1. Minak
Ratu Sembahan di Belambangan Umpu
2. Minak
Sembahan Pakuan Ratu dan
3. Mianak
Kiai Marga Buay Pemuka Peliung.
Berhubung isteri Minak Kiai lebih
cantik dari isteri kakanya yang tua (Minak Ratu Sembahan) dari itu kakaknya mencari
jalan untuk membinasakan adiknya. Pada suatu petang dia mengumpulkanjala
rambang 7 raban untuk mengajak Minak Kiai pergi menjala berperahu menuju lubuk
yang banyak buaya dan banyak ikannya yaitu : Lubuk Meduk Rantau Manman. Setelah
hari malam Minak Ratu Sembahan mengajak Minak Kiai menjala membawa ke 7 raban
jala itu menuju lubuk tersebut. Setelah sampai ketempat itu dia mulai
menebarkan jalanya pada suatu tempat yang dalam serta banyak kayunya., jalanya
ditebarkannya, tepat seperti kehendaknya jala itu sangkut disuruhnya selam oleh
adiknya. Adiknya sudah maklum tujuan kakanya, tetapi ia tidak pernah membantah,
ia terus menyelam. Baru saja ia masuk air bertubi-tubi 6 jala yang lain
ditebarkan Minak Ratu Sembahan ditempat Minak Kiay menyelam, supaya ia tidak
dapat melepaskan dirinya lagi. Setelah itu Minak Ratu Sembahan segera pulang
mengabarkan adiknya dimakan buaya.
Setelah tujuh malam dari kejadian
itu, pada waktu tengah malam Minak Kiai kembali kekampung itu duduk digardu
sambil menabuh “ginggong” (yaitu sejenis bunyi-bunyi yang terbuat dari pelepah
enau). Oleh ibunya bunyi suara ginggong itu didengarnya, ia teringat bahwa hal
itu hanya anaknya yang hilang itu (Minak Kiai) yang bias berbuat begitu,
istimewa pula selama anak bungsunya hilang itu, ibu tadi pernah tidur selalu
menangis ingat kepada anaknya.
Dengan tergopoh-gopoh ibu tadi
(Naimas Djundjung Pali) turun dari rumahnya dengan membawa lampu dian (nama lampu
kecil yang dari tembaga / kuningan di-isi dengan minyak kelapa, dimasukkanya
kedalam Liung (dari sinilah asalnya ada perkataan Liung yang dikemudian
dirangkaikan dengan kedudukan beliau dalam Marga Buay Pemuka Peliung, yaitu
sejenis keranjang kecil pakai tali yang dianyam jarang, biasanya dipakai oleh
orang yang biasa menjala ikan seluang (ikan kecil-kecil) serta seekor anjing
putih jantan. Setelah ibu itu sampai ditempat gardu itu dilihatnya betul orang
itu anaknya terus dirangkulnya dengan tangisan diajaknya pulang kerumah, tetapi
anak itu menolak ajakn ibunya itu, dengan tangis yang sangat sedih, ia
mengatakan bahwa ia pulang sekedar hendak memberi tahu ibunya bahwa ia masih
hidup dan pamitan kepada ibunya bahwa ia akan meninggalkan tempat itu untuk
selama-lamanya. Berhubung tadi ibu tidak mau ditinggalkan anaknya, pada tengah
malam itu juga mereka berangkat membawa lampu dian dan anjing putihnya.
Beberapa lama kemudian dua beranak
itu sampai pada suatu dusun yang bernama Perupuk dekat Sungai Pisang diseberang
dusun Pulaunegara. Kebetulan waktu itu orang-orang Perupuk selalu perang dengan
suku Abung yang ada dalam Marga ini zaman dahulu Minak Kiai dating di-Perupuk
membawa azimat perang apabila dusun akan dialahkan musuh azimat itu dipasang
maka dusun itu hilang (silam). Demikianlah pada suatu hari orang orang Perupuk
perang dengan suku Abung, azimat itu dipercayakannya kepada seorang penjaga tapal
batas. Penjaga itu mendengarkan tampik sorak dalam pertempuran itu disangkanya
orang Perupuk telah kalah, sehingga azimat itu dikenakannya.
Setelah itu dusun Perupuk silam
hingga sekarang (Moyang Marga Muncak Kabau menumpang diam pada daerah Marga
Buai Pemuka Peliung, oleh sebab itu Marga Muncak Kabau (Buai Pemuka Bangsa
Raja) aslinya : Buay Pemuka Mangsa Raja). Menurut cerita orang-orang Bantan
yang pernah membuka lading atau kebun disekitar tempat itu, kalau malam Jum’at
atau 14 hari bulan kadang-kadang kedengaran orang banyak mengomong-omong atau
bunyi anak-anak menangis atau bunyi koko ayam. Mulai dari kejadian diatas
beliau mendapat penghargaan luar biasa dari penduduk asli Marga Pulaunegara
serta disegani orang.
Pada masa dahulu penduduk tanah
Komering Ulu terdiri dari dua suku yaitu penduduk asli dan dan suku Abung>
Kedua suku itu senantiasa bermusuh-musuhan selalu tempu-menempur. Hamper
tiap-tiap dusun penduduk asli, dikelilingi dengan parit besar yang menjadi
benteng dusun itu. di-Marga Buay Pemuka Peliung sampai sekarang parit-perit itu
masih ada. Penduduk asli zaman itu satu dusun dengan dusun yang lain walaupun satu
Marga, menjadi kebangaan selalu serang
menyerang, perasan tersinggung sedikit saja sudah menimbulkan pertempuran
apalagi manusia zaman itu kegemarannya mau berkelahi saja. Masing-masing
memahamkan ilmu tahan (ilmu kebal). Ilmu kuat diantaranya banyak yang tarak
tapa didalam hutan sampai 40 hari tidak makan. Siapa yang tidak mempersiapkan
diri seperti itu dengan sendirinya dianggap pengecut menjadi pelayan
sikuattadi, menjadi orang suruhan tegasnya menjadi abdi. Tikam menikam dengan
keris atau tumbak lada (badik Kom) atau pedang merupakan permainan biasa,
misalnya si-B selalu membawa keris, ditegur oleh si-A katanya “Ai” selalu saja
kau ini membawa keris, sudahlah kerismu takkan makan orang. Karena tersinggung
dengan tidak bicara lebih dulu si-B msncabut kerisnya sekuat-kuat tenaganya
menikam si-A. si-A berkata; melawan kata ini. Dia tidak membalas, ia hanya
menguji ilmunya saja, kalau masih merasa sakit tandanya belum masak (samad)
betul, kalau sudah masak betul tikaman tadi tidak tersa lagi.
Berhubung Minak Kiai orang datangan
di-Marga Pulaunegara beliau dipanggil si-Datong. Oleh karena pergaulan beliau
dengan penduduk sudah semakin rapat apalagi beliau didudukan sebagai tua-tua
rakyat, beliau berhasrat hendak kawin. Beliau meminang Putri Dayang Bumbun anak
Pangeran Ratu Mula Jadi dusun Nikan Marga Madang Suku II. Tidak segan-segan
beliau mengatar rupa persembahan kepada bakal mertuanya serta membantu
rupa-rupa pekerjaan. Pada waktu Pangeran Ratu Mula Jadi mau mengatapi rumahnya
dengan lalang, si-Datong mengambil lalang sepenjekalan untuk atap itu. atap
tadi dibawanya naik bubungan dikenakannya. Akhirnya atap rumah itu selesai
tetapi lalangnya tadi tidak habis. Akhirnya beliau kawin dengan Putri Dayang
Bumbun. Oleh Pangeran Ratu Mula Jadi Putri beliau tersebut diberi barang
pengantar (benatok kom.) serta tanah yang menjadi daerah Martga Pulaunegara
waktu itu yang berbatas :
- Disebelah Timur dengan Sungai Pisang (dengan tanah lampung).
- Disebelh Selatan Sumber Habu ( (Wai Tiak) hilir dusun Peracak menjadi watas dengan Marga Haji (Muara Dua).
- Disebelah Barat dengan Sungai Gilas, watas dengan Ogan Ulu dan
- Disebelah Utara dengan Pulau Semun, dekat Riang Bandung menjadi watas dengan Marga Madang Suku I.
Inilah tanah Marga Buay Pemuka
Peliung yang sebenar-benarnya dari zaman moyang turun temurun dari zaman
kerajaan Sriwijaya.
Dari perkawinan ini beliau tidak
mendapat keturunan. Kemudian beliau kawin dengan Putri Dayang Tjeritjit anak
moyang dsusun Banu Ayu Marga Lubuk Batang (ogan Ulu) berputra tiga orang
laki-laki yaitu :
- Bernama Penghulu menetapkan dusun Bantan
- Bernama Gedung menetapkan dusun Negeri Pakuon
- Bernama Umpuan Ratu menetapkan Pulau Negara.
Husus Moyang Negeriagung, ialah Puarang,
beliau ini bermakam di-daerah Sekala Berak, sedang isteri beliau bernama
Naipurang bermakam diseberang dusun Negeri Agung. Moyang Biay Pemuka Peliung
bermakam di-dusun Nikan Marga Madang Suku II dekat makam mertuanya. Makam Putri
Dayan Bumbun bermakam diseberang dusun Pulaunegara dekat makam mertuanya Naiman
djunjung Pali di-Semanding. Makam Putri Dayang Tjeritjit di-Banu Ayau (ogan
ulu). Putra yang ketiga (Umpuan Ratu) semenjak kecil diserahkan beliau kepada
Sri Sultan Sriwijaya di-Palembang untuk mencari ilmu dan pengalaman. Pada suatu
kenduri besar kerajaan Mataram yaitu hendak mengawinkan anaknya. Sri Sultan
Sriwijaya dapat undangn. Dalam perjalanan itu oleh Sri Sultan Sriwijaya Umpuan
Ratu dibawanya serta.
Pada zaman dahulu tiap-tiap kenduri
besar diadakan aduan (pertandingan), bukan saja binatang seperti, ayam, kerbau,
puyuh dan lain-lain. Yang diadu, tetapi manusia diadu juga. Tugas menghadi
musuh oleh Sri Sultan Sriwijaya diserahkan kepada Umpuan ratu.
Mula-mula mengadu kerbau, Sriwijaya
dengan Sultan lain. Sebelah lawan menyediakan kerbau karai yang panjang
tanduknya dan yang gemuk badanya. Tanduknya selalu diruncing diusap dengan
minyak supaya mengkilat. Sedang Umpuan ratu menyediakan anak kerbau yang masih
menyusu pada induknya. Dua tiga hari lagi pertandingan akan dilansungkan oleh
Umpuan Ratu anak kerbau tadi dikurangi makan minumnya agar ia lapar. Setelah
sampai jam pertandingan akan dimulai, pihak lawan sudah masuk gelanggan. Dengan
kerbaunya, berdiri ditengah-tengah lapangan dengan gagahnya. Umpuan Ratu
mengiringi anak kerbaunya masuk gelanggang dihadapan lawan. Berhubung anak
kerbau itu lapar dan haus, setelah ia melihat dihadapanya ada kerbau besar yang
disangka induknya, ia berlari menyondol antara paha kerbau besar itu, mungkin
karena kegelian, kerbau karai tadi berlari kesana kemari, akhirnya keluar
gelanggang.
Dengan tepuk sorak sorai penonton
mengatakan lawan tadi kalah.
Pertandingan kedua mengadu orang
dengan orang dalam lingkaran stukal sapuk. Kedua orang aduan itu duduk dalam seutas
lingkaran sapuk itu masing-masing memegang senjatanya. Umpuan ratu membawa
sebilah keris yang sarungnya 1 depa dan 1 kilan, tetapi mata kerisnya 1 kilan. Sapuk
yaitu benang kapas yang dibuat petani sendiri dari kapas untuk bahan tenunan
digulung, kalau gulungan itu dibentangkan garis tengahnya ± 1
½ m itu hanya satu
kilan). Sebelah lawan senjata keris juga yang panjang sarungnya sama dengan
panjang keris Umpuan Ratu tetapi matanya sepanjang itu juga. Setelah
pertandingan dimulai pihak lawan mencabut mata kerisnya yang panjangnya menjadi
lebih dari dua depa itu, dengan tangkas Umpuan Ratu mencabut mata kerisnya yang
hanya satu kilan itu langsung menusuk perut lawanya sehingga mati. Dengan
sendirinya dalam pertandingan kedua ini Sriwijaya menang pula.
Setelah kenduri besar itu
masing-masing tamu mau kembali ketempat asalnya, Sultan Mataram membagi-bagikan
hadiahnya. Untuk pribadi Umpuan Ratu 1 pasang berukir untu nisan beliau setelah
beliau wafat. Batu inilah nisan Umpuan Ratu sampai sekarang, dipekuburan Candi
balang di-Pilau Negara, lain dari itu dapat pula sebilah pedang, sebuah tumbak,
sebilah keris, 1 baju rambut, 2 meriam kecil dari gangsa (kuningan) dan 1
kopiah besi. Barang-barang ini sampai sekarang ada di-Pulaunegara. Setelah
sampai di-Palembang Umpuan Ratu dapt pula hadiah dari Sri Sultan Sriwijaya
yaitu satu pasang gelang kana (gelang siku mas, 1 pasang tanggai mas, 1 sisir
emas serta pakaian yang lain-lain, tetapi barang ini sudah tidak ada lagi habis
terbakar kira-kira 100 tahun yang lampau yaitu ketika dusun pulau Negara
terbakar habis, sebuah rumah pun tidak kecuali. Juga Umpuan Ratu diangkat Sri
Sultan menjadi Pasirah Marga Buay Pemuka peliung dengan gelar pangeran Umpuan
Ratu. Beliaulah Pasirah pertama di-Marga Buay Pemuka Peliung berkedudukan
di-Marga Buay Pemuka Peliung berkedudukan di-Pulaunegara dengan tapal batas :
-
Disebelah hilir : Dengan Marga Rasuan
-
Disebelah hulu : Dengan simbor Habu
Marga Haji.
Umpuan Ratu diberi juga oleh Sri
Sultan Sriwijaya kedudukan yaitu gelaran nama kampung dan nama kuburan, pangkal
gelar, atau nama-nama kampung dan lain-lain itu haru “DALOM” umpama “DALOM
PENUTUP”, “DALAM SANGRATI” atau lain-lain, rumah dalom kampung dalom, pesiban
dalom dan lain-lain, dan tempat Pangeran Umpuan Ratu dimakamkan bernama candi Baling
yaitu, sama dengan tanah tempat makam Sri Sultan sendiri. Juga Pangeran Umpuan
ratu diberi Sri Sultan “ADAT LAMPUNG” yang susunanya seperti dibawah ini :
1
Raja
adat (Pasirah adat), kalau waktu kenduri besar pakainya, semua putih, pakaian
selendang putih, pakain punduk emas, kepala (hulu) keris itu dibungkus dengan
sapu tangan putih. Dalam upacara pakai kandang ralang jelema (orang banyak
berbaris keliling kedua belah tangan dibentangkan dan ujung jari tangan
bersambung dengan unjung jari teman, sehingga merupakan lingkaran besar.
Jempama jelema yaitu dua orang laki-laki yang brpakaian setengah tiang, pakai
ikat kepala (destar), tangan kanan masing-masingnya memegangsiku tangan kiri,
ujumng jari tangan kiri masing-masing memegang siku kawannya merupakan usungan
bagi raja adapt itu pakai 12 tombak (linggis) dan 12 pedang (6 sebelah kiri dan
6 sebelah kanan), pakai paying kuning (payung adat), tiap-tiap kenduri besar
istimewa mengantenkan payung ini jangan ketinggalan, gamelan jarang, gajah
merom. Pada malam canggot agung (istilah sekarang malam resepsi) Raja adapt ini
duduk ditengah-tengah balai dihadapi para tetamu. Ia atau anaknya menari pakai
12 pedang 12 linggis dicabut mengapit dari kiri kanan serta pakai payung
kuning, menari diatas kepala jelema (satu orang disuruh mengguling dihadapan
Raja Adat itu menari diselimuti dengan dasar putih setelah selesai menari
lembar kain putih milik orang itu (sebagai upah). Selesai Raja Adat menari
barulah tari Sabai (tari besan) yang didahului dengan pisaan-pisaan yang
tujuannya besan pehak perempuan menyerahkan anaknya kepada besan pehak
laki-laki dan sebaliknya.
Setelah
tari-tarian besan barulah pemberian gelar kepada kedua mempelai itu. kalau yang
kawin itu anak Raja Adat ia bebas memilih gelar umpama yang berpangkal, Dalom,
Ratu, Sutan atau Raden.
Sepanjang adapt Lampung anak Raja Adat
harus kawin dengan anak Raja Adat, yang jujurnya 24 ratus uang dulu apabila
anaknya kawin dengan anak bawahannya Raja Adat harus membersihkan kedudukannya,
yaitu memotong kerbau disaksikan oleh 4 Raja Adat dari daerah lain menjadi 5
Raja Adat (lima sumbai) barulah syah.
1. Pampang
penyambuk (Pembarob Adat).
Pakaiannya
seperti pakai Raja Adat. Dalam upacara pakai lelurung buntu sekayu kain putih
dibentang mengelilinginya, senjata 6 pedang dan 6 tombak, jempana putih mulus
tidak pakai payung kuning, gamelan seperti Raja Adat. Dalam perkawinan jujur 12
ratus uang dulu, dibalai disamping kanan Raja Adat.
2. Pangkat
Proatin Adat.
Dalam upacara pakai kopiah pandan putih,
pakai selendang mayang dari kemban berambu putih, tidak pakai baju jempana
liplip cendai putih. Tabuhannya gamelang ramik (biasa) dari seluruh gamelan.
Dalam perkawinan jujr 600 uang dulu.
Dibalai duduk disebelah kiri Pampang (Raja Adat).
1
Injak
Sanak Pengarop,
Dalam upacara, kopiah dililit pandan, tidak
pakai baju, selendang kain cindai, gamelan ramik (semua tabuhan dibunyikan).
Dalam perkawinan jujur 240 uang dulu
1
Injak
Suku,
Dalam upacara kopiah pakai pandan,
selendang kain cindai, tidak pakai baju, tidak pakai cempana (jalan kaki,
gamelan kelintang arak-arak (kelintang satu) ditabuh kerap / rapat.
Tiap-tiap penduduk Pulaunegara
mengadakan kenduri besar seperti hari perkawinan atau yang sipatnya resmi
seperti pelantikan Kepala Marga atau lain-lain diadakan letupan senapang
kecepek tanpa pelor, demikian pula meriam kecil pusaka dari Puyang Umpuan Ratu
yang disebut dalam sejarah ini selalu diletupkan juga tampa pelor, biasanya
tiap-tiap meriam kecil itu diletupkan sekurang-kurangnya timbul gerimis kecil.
Raja Adat boleh menjual adat kependuduk asli dalam marganya asal saja orang itu
sanggup mentaati aturan-aturan adat, ia harus membayar harga adapt yang
dimintanya seperti pada no.2 s/d no.5. raja Adat harus meresmikan kepada
seluruh anggota (keluarga) adapt dalam marga itu dan membayar uangnya.
“Aturan Adat”
Kawin atau menyunat anak harus
kenduri sesuai dengan Adat orang itu. kalu belum ada kenduri penganten
laki-laki perempuan belum boleh diberi gelaran, serta adat orang itu di-schort
selama ia belum memenuhi kewajibannya. Kalau kematian juga membayar harga
adatnya kepada Raja adat dan uang ini dibagi kepada keluarga adat. Menurut adat
anak orang ada adat Lampung harus kawin dengan anak orang yang setingkat dengan
adatnya serta musti kenduri.
Inilah yang menyebabkan zaman dahulu
itu bujang atau gadis sampai tua banyak yang tidak kawin dan inilah pula yang
menyebabkan orang-orang banyak belahan, umpama si-A mau mendapat mantu tetapi
onskos tidak ada, ia pergi ke-kisam pinjam 1000 uang dulu, sesudah sehari
perkawinan anaknya maka si-A seberanak pergi ke-kisam membuatkan orang yang
punya uang kebun kopi seperti 2000 batang dalam jangka 4 tahun misalnya.
Anak gadis dengan anak bujang tunggal
kampung tidak berpacar-pacaran apalagi mau kawin, kalau kejadian juga maka
kedua belah pehak membasuh kampung dengan didenda memotong seekor kambing,
untuk mengundang penduduk kampung itu. begitu pula kalau ada bujang dari dusun
lain, tinggal menumpang pada salah satu rumah pada suatu kampung dalam dusun
itu harus mematuhi peraturan ini.
Adat Perkawinan dalam Marga Buay
Pemuka Peliung,-
1
Rasan
Tua (adat terang).
Orang
tua laki-laki perempuan menghadap orang tua perempuan menyatakan hasratnya
dengan sopan santun membawa satu sani (satu baki) dodol atau wajik.
Nerangko
Pengatu.
Orang
tua bujang membuat juadah dodol dan wajik 3 baka mewakilkan Penggawa Kampungnya
untuk menghadap orang tua gadis yang diwakili oleh penggawa kampung itu.
Neranjak.
Orang
tua bujang membuat 5 baki dodol dan wajik menyuruh orang kampungnya untuk
menghadap orang tua gadis yang dihadiri oleh penduduk kampungnya untuk melayani
kedatangan rombongan bujang tadi.
Kilu
Kasih (mintak keputusan).
Orang
tua bujang membuat 7 baki (sani) dodol dan wajik diiringi orang banyak
menghadap kepada keluarga besar serta seluruh famili gadis.
Biasanya
keputusan ini dinyatakan orang tua gadis setelah 2 atau 3 hari kemudian, oleh
pribadi masing-masing kenyataannya akhir-akhir ini diputuskan waktu pertemuan
itu juga baik mengenai waktu perkawinan dan cara pelaksanaan serta uang jujur
yang diminta.
Nyungsung
Penganten
Setelah
hari perkawinan diresmokan, setelah pihak penganten peria menyiapkan apa-apa
yang telah menjadi keputusan itu serta menyediakan 12 baka juadah (6 dodol dan
6 wajik), 2 dulang beras serta 2 telor itik tiap-tiap dulang, dua dulang ketan
juga pakai telor itik, 1 dulang berisi sirih pinang, 2 atau lebih kelapa yang
telah dicukur serta dihiasi (diteraju), 1 dulang berisi seperangkatan pakaian
penganten perempuan serta 1 dulang kecil tempat uang jujur yang telah
ditetapkan serta 1 tepak (kalau ada tepak mas atau tepak perak), ditutup dengan
kain putih untuk pembicara yang akan diserahkannya paa pembicara sebelah
penganten perempuan. Mulai dari nerangko pengatu s/d kilu kasih harus juga
pakai satu dulang beradan satu dulang ketan diantara satu butir telor.
2.
Semenda
(diambil anak).
a.
Semenda lepas seumur hidup.
Kalau seorang ayah tidak mempunyai anak
laki-laki maka anaknya perempuan diambilkannya untuk selama-lamanya.
b. Semenda Ngandam
seorang ayah mempunyai seorang anak
perempuan telah dewasa sedang anaknya laki-laki masih kecil, maka anaknya
perempuan itu diambilkannya seorang bujang yang harus tinggal dengan dia sampai
anaknya laki-laki tadi kawin.
c. Tangkap Batin (diluar kesukaan orang
tua).
Seorang bujang dan seorang gadis
sama-sama naik rumah pemerintah setempat mintak dikawinkan.
3.
Sebambangan
atau Bergubalan
Bujang
dan gadias sama-sama melarikan diri, diantaranya ada yang sampai keluar pulau
seperti ketanah jawa mereka pulang setelah kawin.
Kenduri menurut Adat Lampung.
Seperti yang telah saya uraikan
diatas, mulai dari INJAK RAJA ADAT sampai kepada INJAK SUKU begitulah dilakukan
dalam marga ini.
Menurut hasil pertanyaan saya kepada
almarhum Kiai Said Zubair dusun Adumanis dan almarhum Haji Habibullah dusun Menanga
Besar bahwa Semendawai Suku I sampai Semendawai SUku III berasal keturunan
dari, 1. Sekala Berak, 2. Bugis dan 3. Arab.
Marga-marga yang lain di-komering Ulu
berasal bahagian terbesar berasal dari daerah Sekala Berak.
Marga Bungamayang dan dusun Jagaraga
banyak berasal dari marga Aji. (Muaradua).
Bangsa Bugis banyak di-dusun Gunung
Batu dan Campang Tiga.
Dalam sejarah ini tentulah banyak
terdapat lebih atau kurang dari yang sebenarnya namun sebagai basis, inilah
hasil yang saya dapat dari orang-orang tua yang waktu saya masih muda, yang
sekarang semua beliau-beliau itu telah lama pulang kerahmatulloh.
Sebagai penutup penuh harapan saya
kepada angkatan muda yang menyalin sejarah ini, agar dapat mencurahkan
perhatiannya dalam meneliti kekurangan-kekurangan atau kejanggalan-kejanggalan
baik dalam susunan kalimat-kalimatnya atau susunan kata-katanya supaya sejarah
ini lebih sempurna untuk dipusakai oleh putra / putri daerah komering ulu.
Setahu saya sejarah yang lebih
lengkap dari ini tidak dapat digali lagi lebih mendetil kecuali oleh yang
pendidikannya / tugasnya khusus untuk itu, sebab sangat sedikit bukti-bukti
yang masih ada. Selainnya telah hilang/habis berhubung lamanya disimpan atau
terbakar.
Pulau Negara, 21 Januari 1970
Penyusun,
dto.
(Hi. Muhammad Ali)
Disalin dan ketik sesuai dengan bunyi
aslinya, diperbanyak dengan harapan akan bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi
generasi muda/mudi daerah Komring Ulu,
Pulaunegara
tgl 18 April 2000
Disalin
dan di ketik anak ke-empat
Dari
penyusun,
(Masyurdin Ali)
Glr. Depati Kesuma Dharma.-
Saya Asli Orang Sungkai...yang konon katanya Moyang saya Orang Komering Asli
BalasHapusSaya sangat tertarik dengan Bloger ini...apa lagi kalau bisa menelusuri Asal-usul saya
dan adat istiadat saya yang katanya berasal dari Komering ...! Salam Kemuwarian dari Lampung Sungkai Negararatu Kec. Sungkai Utara Lampung Utara.
Assalammualaikum... Tabikpun... Sekedar berbagi silsilah keturunan MPU TEKHGAK dari jurai HUMAKHADATU (Cukuh Belalau -> Cukuh Batu Bekhak -> Cukuh Balak Krui (Tanumbang) :
BalasHapus1. Sanghyang Sakti Nyata
2. Ratu Kuala Sakha
3. Mpu Halom
4. Dalung Sakti
5. Tuan Raja Kuasa (Ratu Pesagi Nyerupa)
6. Putri Dayang Mustika (Dayang Nyerupa), menikah dengan Puyang Naga Jaya (Naga Berisang 2) anak Raja Sekandar Alam Bukit Seguntang Palembang
7. Putri Bulan Indrawati (menikah dengan Penyebar Islam dari Tanah Arab yaitu Maulana Imam Al-Hasyr)
8. Mpu Tekhgak (bukan Mpu Pernong)
9. Mpu Sejadi Helau
10. Mpu Semula Raja, mungkin saudara dari Pangeran Tenumbang (Krui, yg pindah ke Blambangan Umpu)
11. Adipati Raja Paksi (Gumuntokh Agung) dan seorang Putri yg menikah dengan Mpu Selalau Sangun Guru (Pati Pak Lang atau Mpu Pernong).. Wallahualambissawab... Salam Kemuakhian dari Buay Mikhadatu Muara Way Tenumbang di WayLima Pesawaran... Karena kita masih satu puyang... InsyaAllah...
Alhamdulillah saya Handrason Napoleon cucu Akas Redjab Alamlah ayah saya dr. Napoleon Redjab Habibullah adok saya Raja Buay Pemuka. In sha Allah kita bisa saling kenal sesama keluarga Buay Pemuka Peliung di seantero dunia. Amiin.
BalasHapusTulisan perekat keluarga keturunan Umpu Jadi / Umpu Si Jadi Helau.
BalasHapusApa yang dituliskan diatas sangat jelas berdasarkan Tambo otentik milik keturunan Umpu Jadi di Sekala Brak, bersifat apa adanya, bukan pula sekedar sambungan2 keturunan yang didapat dari sembarang sumber keterangan.
Banyak saat ini yang menyusun silsilah puyang ini puyang ini umpu ini umpu ini padahal dia pegang tambo asli pun tidak.
Salam kemuarian jak sikam di Sekala Brak, terimakasih atas tulisan yang amat berharga diatas. Tabik...
Inilah Silsilah Menurut Tambo Asli, yang juga silsilah dari Pangeran Haji Habiburrahman yang menjadi Narasumber dalam Tulisan Diatas :
+ UMPU PERNONG RATU BUAY PERNONG
+ UMPU JADI gelar RATU SEMULA JADI
+ UMPU RATU SEMULA RAJA
+ UMPU RAJA SELALAU SANGUN GURU
+ UMPU RATU DIPATI NYALAWATI
+ UMPU RATU RAJA SULTAN
+ UMPU RAJA DUNIA
+ UMPU RATU BATIN SESUHUNAN ( 1645 )
+ UMPU BATIN RATU (1695)
+ UMPU RAJA DUNIA MUDA (1731)
+ PANGERAN SINGADIRAJA (1747)
+ PANGERAN PURBA (1776)
+ PANGERAN ALIP JAYA (1801)
+ PANGERAN BATIN SEKEHENDAK (1844)
- Belanda menaklukkan kerajaan Paksi Pak Sekala Brak
+ Yang Dipertuan PANGERAN RINGGAU
Gelar Pangeran Batin Pasirah Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala ( 1852 ), mendapatkan kehormatan SANDANG MERDIKA dan rakyat dimerdekakan selama 14 tahun tidak melaksanakan kerja gawi raja, karena jasanya menyelesaikan masalah rejang lebong dan pasemah lebar.
+ Tuanku Bali PANGERAN HAJI HABIBURRAHMAN
Gelar Pangeran Sempurna Jaya Dalom Permata Intan ( 1879 )
+ DALOM HAJJI MERAH DANI gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja (1904 )
+ PANGERAN HAJJI SUHAIMI
Gelar Sultan Lela Muda Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi ( 1926)
- Bupati Perang Lampung Tengah - Wedana Perang Pimpinan perlawanan Rakyat Bukit Kemuning, Front Utara
- Pada masa revolusi membentuk API ( Angkatan Pemuda Indonesia ) dan masuk TNI sebagai wedana perang di Lampung Utara, dan sebagai Bupati Perang di daerah Lampung Tengah juga bergerilya di Lampung Selatan.
+ PANGERAN MAULANA BALYAN gear Sultan Sempurna Jaya (1949)
- Perjuangan Kemerdekaan Masa Revolusi umur 16 tahun dengan pangkat VAANDRIG, sebagai komandan front KEMELAK dalam perebutan kota Batu Raja.
- DANTON MOBILE TROOPS, bersama yon 2001 Garuda Hitam, pendaratan di pantai ambon perebutan benteng Victoria. dan pendaratan di Pulau saparua tahun 1950
- terakhir di Pemda Provinsi Lampung sebagai Kepala Staf Polisi pamong Praja. - dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kedaton Bandar lampung
+ PANGERAN HAJJI EDWARD SYAH PERNONG,
gelar Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi Gelar, Sultan Sekala Beghak XXIII tahun (1989)
+ Putra Mahkota sebagai Pewaris Tahta Kepaksian Pernong Paks Pak Sekala Brak, PANGERAN ALPRINSE SYAH PERNONG kakaknya DALOM PUTRI REGINA N.F.Z. PERNONG
Tabik Pun...
klo ayah saya kelahiran rasuan dekat sd rasuan, belakang sd itu ada kuburan keluarga kami depati djimat
BalasHapus